RESENSI
JUDUL BUKU : KEMI, Cinta Kebebasan yang Tersesat
PENULIS : DR. ADIAN HUSAINI
TEBAL BUKU : 316 halaman
PENERBIT : Gema Insani Press (GIP)
JENIS : NOVEL
HARGA : Rp. 42.000,-
Mahasiswa adalah kaum masyarakat menengah terdidik. Banyak fakta sejarah yang membuktikan bahwa dari kelas inilah perubahan tatanan masyarakat lahir. Oleh karena itu tak salah apabila banyak ideology di dunia yang menggunakan “kelas” ini sebagai media untuk menyuburkan pemikiran mereka. Apesnya ialah ketika kelas ini terlalu lugu untuk menerima berbagai macam pemikiran-pemikiran tersebut tanpa sikap kritis. Menjadi sebuah prestis bagi mahasiswa ketika berwacana atas dasar-dasar pemikiran Kristen-Barat, seperti John Locke, Ruosseau, Adam Smith, Imanuel Kant, Karl Marx, John Stuart Mill dan sebagainya. Dan anehnya, mereka pun minder untuk menggunakan pemikiran-pemikiran ulama mereka sendiri dan terbalik malah dengan berani untuk ‘menyalahkan’ ijtihad-ijtihad Imam Al-Ghozali, Imam Syafii, Imam Abu Hanifah, para sahabat bahkan Nabi Muhammad Saw.
Disinilah DR. Adian Husaini coba membuat cerita menarik di dalam novelnya yang berjudul KEMI untuk memberikan gambaran kepada pembaca bahwa logika-logika liberalism, pluralism, multi-kulturalisme, gender equality sebenaranya memiliki dasar yang lemah bahkan bertentengan dengan jiwa suci manusia (fitrah). Penulis menggunakan Kemi sebagai gambaran seorang santri cerdas dari sebuah pesantren yang melarikan diri ke kota untuk menempuh pendidikan tinggi pada sebuah kampus. Namun Ia tak kuat kemudian terjerat oleh pemikiran-pemikiran Barat dan bergabung bersama seniornya yang bernama Farsan untuk bergerak dalam sebuah LSM yang disokong oleh dana asing yang bertujuan untuk menyebarluaskan paham-paham lieberalisme dan menghancurkan Islam di pusat-pusat pendidikan Islam seperti pesantren.
Rahmat, sahabat dekat Kemi sewaktu di pesantren ingin menolong agar Kemi keluar dari paham sesat tersebut. Setelah meminta restu dan bekal ilmu dari Kyai Rois, ia pun berangkat untuk melawan pemikiran-pemikran tersebut. Tidak tanggung-tanggung, Rahmat pun mampu mengalahkan logioka liberal Professor Malikan dan mendebat Kyai liberal hingga wafat di tempat diskusi. Momentum itulah yang membuat pergolakan di kampus Damai Sentosa, tempat Rahmat dan Kemi menempuh studi. Akhirnya terbongkarlah semua tujuan busuk dari agenda penyebaran paham liberalism di tempat-tempat pendidikan Islam. Rahmat pun berhasil menyadarkan Kemi dan Siti , seorang putri Kyai Pesantren yang juga menjadi korban untuk kembali kepada Islam yang benar.
Menariknya novel ini ialah isi diskusi Rahmat terhadap para pemikir liberal dan wawancara seorang jurnalis bernama Bejo, yang mana dari dialog-dialog tersebut pembaca dapat mengetahui logika yang salah para pemikir barat dalam memahami Islam. Buku ini sangat layak dibaca oleh mahasiswa muslim untuk membentengi diri dari euphoria terhadap pemikiran asing yang justru malah dapat menjaukan diri dari Islam.
Oleh: Muhammad Aan Subhansyah
(mohon maaf jika banyak salah dalam tata cara kepenulisan, karna masih belajar menulis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar