Secara definisi Tarbiyah Islamiyah merupakan “Cara ideal dalam berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung (berupa kata-kata) maupun tidak langsung(berupa keteladanan) sesuai dengan sistem dan perangkatnya yang khas, untuk memproses perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang lebih baik.” Definisi ini saya dapat dari file-file presentasi Talaqi Madah Tarbiyah di forum murobbi.
Saya akan mencoba menjabarkan definisi tersebut sesuai dengan apa yang saya pahami dan tentunya saya juga sangat berharap masukan dari pembaca agar pemahaman saya semakin mendalam nantiya.
Pertama, Tarbiyah merupakan interaksi dengan fitrah manusia. Fitrah secara arti kata ialah sifat asli, kesucian, bakat dan pembawaan. Fitrah manusia ialah sifat asli yang melekat pada manusia yang tidak mungkin terlepas darinya. Sifat manusia atau ciri yang melakat pada manusia adalah pikiran, hati dan jasad. Jika salah satu dari ketiganya hilang maka manusia “sulit” untuk dikatakan manusia. Jika tarbiyah dikatakan cara ideal untuk berinteraksi dengan fitrah manusia maka tarbiyah haruslah menyentuh kepada tiga aspek tersebut –pikiran, hati, dan jasad-
Aspek mana yang terlebih dahulu harus tersentuh tarbiyah? Maka pikiranlah yang harus pertama kali tertarbiyah. Kita bisa menengok kisah Nabi Ibrahim as., terjadi pergulatan logika pada pikirannya tentang ketuhanan –ketauhidan-. Beliau menyaksikan kebodohan kerajaan dan rakyat Namrud pada saat itu yang menjadikan berhala sebagai tuhan yang mereka sembah, padahal menurut akal sehat manusia berhala merupakan benda mati yang dibuat oleh manusia sendiri dan tidak mungkin berhala dapat memberikan keselamatan untuk manusia. Proses pencarian Tuhan terus dilakukan beliau dengan logikanya. Bulan, matahari, bintang menjadi mungkin untuk menjadi Tuhan karena keistimewaan benda langit tersebut, namun terbantahkan lagi oleh logikanya sendiri, mana mungkin Tuhan hilang dan pergi sebagaiaman bulan, matahari dan bintang. Akhir dari pergulatan logika itu ialah semua apa yang ada di langit dan di bumi adalah ciptaan Tuhan. Setelah itu tarbiyah pun mulai beranjak menuju ke hati (bc: keyakinan).
Tarbiyah Islamiyah masuk ke dalam pikiran manusia kemudian beranjak ke dalam hati dalam bentuk keyakinan dan membuahkan amal-amal jasadiyah. Mari kita tengok lagi kisah Nabiullah Ibrahim as., apa yang beliau lakukan sesaat setelah keyakinan itu menghujam ke hatinya. Beliau bersegera meniadakan kepalsuan dan kebodohan yang telah lama menjangkiti kerajaan dan rakyat Namrud. Amal nabi Ibrahim as memulai prosesnya disana. Beliau menghancurkan berhala, kemudian di sidang ditengah-tengah pengadilan Namrud, kemudian dibakar dan memperoleh mu’jizat, kemudian diuji oleh Allah dengan tidak memiliki keturunan hingga lansia, kemudian dikaruniai anak, kemudian diperintah membunuh anak –Ismail as-, kemudian diperintahkan lagi untuk meninggalkan anak dan istrinya di lembah yang bernama Bakkah, kemudian mendirikan Baitullah di Makkah. Itulah amal-amal luar biasa yang lahir dari keyakinan yang menghujam melalui proses kajian logika yang mendalam dan rumit. Inilah tarbiyah.
Mari kita tengok tarbiyah yang kita lakukan selama ini, apakah interaksi yang terjadi dengan fitrah manusia sudah dilakukan secara benar atau malah terbalik? Proses yang terbalik akan menyebabkan kecacatan dalam tarbiyah. Seorang mutarobbi dutuntut untuk beramal banyak tanpa diberi kefahaman, maka hanya akan melahirkan mutarbbi taqlid yang tak mungkin memiliki amal-amal spektakuler.
Kedua, Tarbiyah itu dilakukan secara langsung (dengan kata-kata) maupun tidak langsung (dengan keteladanan) sesuai dengan system dan perangkatnya yang khas. Saya mendapat kisah menarik dari teman saya mahasiswa UGM tentang masalah keteladan. Murobbinya memberikannya “taklimat” untuk mengikuti mukhoyam, kemudian dia bertanya, “Mas, ikut mukhoyam gak?”. Ternyata murobbinya tidak ikut mukhoyam, akhirnya dia menyimpulkan sendiri bahwa kalau murbbinya saja tidak mukhoyam, lantas dengan alasan apa dia harus mengikutinya. Entah ini kesalahannya dimana, bisa jadi murobbi yang tidak memberikan contoh, bisa jadi dia yang belum terlalu jauh mengenal perangkat-perangkat tarbiyah atau bisa jadi dia benar karena jika agenda itu penting sampai menggunakan otoritas taklimat maka kenapa Murobbinya tidak ikut, inikan aneh.
Atau kasus lain, saat melakukan pengadaan dauroh/training. Peserta training sering dituntut yang macam-macam, misalnya harus menghatamkan setengah jus per hari selama training. Tapi taukah apa yang dilakukan oleh para trainer atau panitia training? Hmm, sepertinya mereka lupa targetan itu seharusnya sudah harus mereka lewati.
Maka tarbiyah yang selayaknya ialah saya berkata sesuatu yang saya sudah melakukannya. Orang-orang strategis kampus (temasuk saya) jika menghendaki generasi setelahnya lebih baik dari mereka, maka seharusnya mereka dulu yang harus membuktikan kalau mereka layak untuk diikuti. Inilah logika tarbiyah. Jangan mentang-mentang sudah senior maka amal yang mereka lakukan hanya nge-liqo-in saja, ini salah. seharusnya nge-liqo-in dan melakukan jenjang amal berikutnya. Jika pasca kampus maka turunlah ke dakwah kemasyarakat atau dakwah profesi. Karena generasi setelah kita butuh keteladan dan inspirasi bukan sekedar kata.
Ketiga, tujuan Tarbiyah Islamiyah ialah untuk memproses perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang lebih baik. Titik tekan pada tujuan tarbiyah ialah memproses perubahan, bukan memaksa perubahan, artinya perubahan yang terjadi akan berlangsung secara natural. Saya ada kisah teman SMA yang sekarang menjadi kader strategis di Pontianak. Beliau sewaktu SMA tidaklah mengenal dakwah sebagaiman saya dan teman-teman saya mengenal dakwah, dia hanya sering berinteraksi dengan “anak-anak masjid”. Namun ketika dua tahun saya studi di jogja dan pulang berlibur ke kampong halaman, saya merasa kaget dan sangat bersyukur karena dia sudah menjadi aktivis yang sangat produktif bahkan mengalahkan teman-teman saya yang dulunya liqo bareng saya sewaktu SMA. Inilah sebuah proses dakwah yang alamiyah/natural. Tak perlu terburu-buru untuk para murobbi melihat binaannya menjadi aktivis/dai, Kerena investasi amal murobbi adalah pada proses bukan hasil. Murobbi tak kan pernah tau bahwa ternyata binaan-binaan akan menjadi orang-orang luar biasa nantinya. Maka jangan pernah “membuang” mereka disaat mereka bandel, tidak taat, membangkang, nakal, dan lain-lain. lakukan saja dakwah itu, maka kebaikan pasti perlahan akan merubah mereka.
mana metodenya
BalasHapus